
Ikan Nila Cabalatuik di Warung Tuman BSD
AKHIR Agustus 2020. Menyusuri jalanan kecil dekat Kencana Loka komplek Bumi Serpong Damai Tangeranga Selatan, melewati perumahan Pinehill Nature, menyusuri gang sempit selebar mobil kampung Ciater. Butuh sedikit perjuangan untuk menemukan warung ini. Mirip warung makan antilk di dusun-dusun Jogja. Masuk ke kampung, menembus rerimbunan rumpun bambu di pinggir kali. Lokasinya di antara perkampungan di Ciater Tengah dengan perumahan BSD seperti Sevilla dan Crysan. Bila ditarik garis lurus, aslinya sangat dekat dari titik pusat keramaian Granada Square BSD.
Di bawah rumpun bambu di kampung Ciater itu berdiri sebuah rumah makan yang sangat sederhana. Beberapa gubug atap genteng berdiri tanpa dinding dan bahkan meja-meja dan lesehan berhampar tanpa atap. Suasana hening dan semilir angin dengan suara derit pohon bamboo nan asri menambah sensasi tersendiri.
Warung makan itu bernama “Tuman”. Usianya belum ada setahun di tempat itu. Tapi ramai sekali wisatawan dari berbagai profesi. BUka setiap hari, hanya Senin saja libur.
“Awalnya yang datang segmen konsumen A-B. Sekarang sudah C dan D pun datang dan makan di sini”, kata Eko, Sulistyanto sang pemilik.
Ada satu makanan ikan nila yang istimewa di Warung Tuman. Nama masakannya Ikan Nila Cabalatuik. Masakan leluhur dari Padang yang dipopulerkan kembali oleh Warung Tuman.
Mbak Nanin, istri Eko pemilik warung Tuman mengaku mendapat mandat dari alam untuk menjaga resep masakan warisan leluhurnya itu. Menurut cerita, suatu haria ia masak ikan nila dengan cara yang tidak biasa. Bahkan konon ruwet. Ikan nila dibungkus daun pisang lalu direbus, setelah matang dibakar. Bungkus daun dibuka, ikan disayur dengan rupa-rupa bumbu tradisional khas padang. Bumbu yang sudah dihaluskan ditaburkan dalam wajan berisi santan dan ikan yang baru saja diangkat dari arang pembakaran. Hasil akhirnya berupa ikan nila basah dengan rasa begitu gurih, pedas, dengan aroma daun jeruk dan rempah-rempah. Daging ikannya meninggalkan sensasi bakaran yang menggoda untuk tambah lagi. Juga remasan daun singkong menambah segar rasa ikan nila cabalatuik ini.
“Namanya Calabalatuik. Waktu direbus kan meletup-letup. Itu kata ayah saya” kata Nanin.
Namanya Cabalatuik, sangat Padang. Menurut cerita Mas Eko yang asli Bantul itu, masakan ikan nila Cabalatuik adalah resep rahasia warisan leluhur ayahnya, trah Sikumbang. Keluarga besarnya tidak ada yang merawat resep ini. Kecintaanya pada kuliner mendorong Mbak Nanin ingin memunculkan kembali khasanah masakan nenek moyang dan menjaga keaslian rasa.
Bagaimana dia mempelajari resep masak Ikan Calabalatuik? Rupanya cukup melihat kebiasaan ayahnya dulu yang hobi masak. Tatacaranya sangat ketat. Semua serba tradisional. “Dia nggak mau cabe diblender. Harus ditumbuk. Itu juga yang saya lakukan di sini.” katanya.
Menghadirkan resep tradisional warisan leluhur inilah yang menjadi andalan Warung Tuman BSD. Sehari tak kurang dari 25 kg ikan nila ludes disantap pelanggannya. Bahkan kalau weekend bisa sampai 40kg ikan nila habis, tak sampai jam 3 siang.
Nanin cerita, awalnya masakan ikan ia biarkan disajikan diwajan masaknya. Untuk menambah sensasi para pelanggannya. Tapi banyak ikan hancur karena cara pengambilan ada yang kasar. Sekarang penyajiannya ditaruh dipiring, dan diambilkan oleh Nanin atau petugas lain.
“Ikan Nila Cabalatuik ini sangat rapuh. Karena dimasak berkali-kali, kalau kita kasar mengambilnya bisa berantakan. Makanya sekarang disajikan di piring saja. Lumayan, tak ada yang rusak lagi”, kata Nanin.
Setiap hari lebih dari 200 wisatawan kuliner datang. Bahkan di weekend bisa dua kali lipat banyaknya. Ada rombongan pesepeda, ibu-ibu berseragam, komunitas-komunitas maupun keluarga-keluarga. Selain menu ikan nila Cabaltuik, Tuman juga mengandalkan menu khasnya, Mangut Ikan Pari Asap. Mangut ini juga dimasak dengan bumbu khas padang. Gurih, nikmat , daging ikannya lembut. Juga ada menu , Gulai Bareh, Dendeng Batokok, Ayam Kampung, dan Tumis Bunga Pepaya, dan telur dadar gaek.
Penulis: Aprilia S